Jakarta –
Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa individu yang pernah terinfeksi COVID-19 memiliki kemungkinan delapan kali lebih besar untuk mengalami kondisi kronis ME/CFS (myalgic encephalomyelitis/sindrom kelelahan kronis). Studi ini memanfaatkan data dari penelitian long COVID yang dilakukan oleh National Institutes of Health (NIH) di AS.
“Penelitian ini menyoroti pentingnya bagi para penyedia layanan kesehatan untuk mengenali ME/CFS yang muncul setelah COVID-19,” ujar Dr. Suzanne D. Vernon, penulis utama dan direktur penelitian di Bateman Horne Center, dalam pernyataannya kepada IFLScience.
ME/CFS sering kali terjadi setelah infeksi sebelumnya. Orang-orang yang mungkin hanya mengalami gejala ringan saat terinfeksi COVID-19 tetap dapat menderita gejala berkepanjangan seperti kelelahan, kabut otak, dan pusing setelahnya.
Walaupun long COVID masih merupakan kondisi yang baru dipahami, konsep ME/CFS dan penyakit terkait pasca-virus telah dikenal sejak lama. Namun, banyak pasien yang kesulitan dalam mendapatkan diagnosis serta perawatan yang tepat, sering menghadapi stigma dan informasi medis yang bingung.
Dengan banyaknya penelitian mengenai long COVID sejak pandemi dimulai hampir lima tahun lalu, para peneliti dalam studi ini berusaha mengeksplorasi hubungan potensial antara COVID-19 dan ME/CFS.
Penelitian ini menggunakan data dari RECOVER Initiative, sebuah proyek yang didanai oleh NIH, yang dirancang sebagai penelitian paling menyeluruh dan beragam tentang long COVID. Analisis melibatkan 11.785 peserta yang terinfeksi SARS-CoV-2 dan 1.439 peserta yang tidak terinfeksi.
Tim peneliti menilai jumlah peserta yang memenuhi kriteria diagnostik untuk ME/CFS setidaknya enam bulan setelah terinfeksi COVID-19. Penting untuk diingat bahwa kriteria ini bergantung pada pelaporan gejala oleh peserta, yang menjadi salah satu batasan dari penelitian ini.
Dari analisis, ME/CFS ditemukan pada 4,5% peserta yang terinfeksi, sementara hanya 0,6% dari mereka yang tidak terinfeksi. Hampir 90% dari mereka yang memenuhi kriteria ME/CFS juga masuk dalam kelompok pasien long COVID dengan gejala paling parah, yang semakin memperkuat hubungan antara kedua kondisi ini.
“Temuan ini menambah bukti bahwa infeksi, termasuk yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, dapat memicu perkembangan ME/CFS,” tulis Institut Nasional Gangguan Neurologis dan Stroke dalam pernyataannya mengenai penelitian ini.
Gejala yang paling umum dilaporkan oleh kelompok ini mencakup kelelahan setelah beraktivitas fisik, pusing saat berdiri, dan gangguan kognitif, yang juga sering dialami oleh banyak pasien long COVID.
Para peneliti menekankan kebutuhan akan penelitian lebih lanjut untuk memahami mengapa COVID-19 dapat menyebabkan kondisi kronis pada sebagian orang dan siapa yang lebih berisiko mengalaminya.
“Penelitian ini mempertegas pentingnya bagi tenaga medis untuk mengenali ME/CFS pasca-COVID-19. Diagnosis yang cepat dan penanganan yang baik dapat membuat perbedaan besar dalam kehidupan pasien,” kata Dr. Suzanne D Vernon.
(suc/suc)
.