Sebagian besar planet kemungkinan besar akan menjelajahi ruang angkasa tanpa pendamping.

Koran-jakarta.com || Rabu, 16 Apr 2025, 01:00 WIB

Yerusalem – Sebuah studi terbaru dari Institut Teknologi Israel mengungkap bahwa sebagian besar planet di alam semesta kemungkinan akan mengembara sendirian di ruang angkasa tanpa mengorbit bintang, seperti yang dilaporkan oleh Badan Antariksa Israel pada Senin (14/4).

banner 336x280

Menurut berita yang dikutip dari Antara, planet-planet yang mengembara ini diduga telah terlontar dari sistem planet asalnya akibat interaksi gravitasi dengan tetangganya.

Dengan menggunakan simulasi komputer yang canggih, peneliti menyelidiki evolusi sistem planet dan menemukan bahwa tarik-menarik gravitasi antarplanet sering menyebabkan ketidakstabilan, sehingga banyak planet yang akhirnya terlempar dari orbit mereka.

Planet-planet ini kemungkinan terbentuk di sekitar bintang, mirip dengan Bumi, tetapi kemudian terlempar keluar dari sistem mereka akibat gangguan gravitasi, tabrakan, atau peristiwa kosmik lainnya. Tanpa bintang sebagai pusat orbit, planet-planet ini bergerak di galaksi dalam kegelapan dan hampir tidak terlihat.

Diperkirakan, antara 40 hingga 80 persen planet dalam suatu sistem dapat terlontar, tergantung pada jumlah planet yang ada. Sebagian besar pelontaran terjadi dalam 100 juta tahun pertama setelah sistem terbentuk, meskipun beberapa dapat berlangsung hingga satu miliar tahun setelahnya. Setelah terlempar, planet-planet ini bergerak dengan kecepatan relatif lambat, antara 2 hingga 6 km per detik, dibandingkan dengan Bumi yang mengorbit Matahari dengan kecepatan lebih dari 30 km per detik.

Studi tersebut juga menunjukkan bahwa sistem dengan banyak planet cenderung menjadi tidak stabil seiring waktu, dengan sekitar 70 persen planet yang ada pada akhirnya terbuang. Planet yang lebih besar cenderung tetap berada di orbit, sementara planet yang lebih kecil lebih mudah terlempar.

Di sisi lain, penelitian terbaru dari ilmuwan Tiongkok mengaitkan pergerakan mendadak suatu bongkahan batu di permukaan komet dengan fenomena yang disebut “efek roket”. Ini terjadi akibat semburan es volatil yang tidak merata di dalam batu tersebut.

Temuan ini, yang diterbitkan dalam The Astrophysical Journal, berdasarkan data dari misi Rosetta Badan Antariksa Eropa yang mengamati komet 67P selama dua tahun dari 2014 hingga 2016. Pada tahun 2015, wahana antariksa Rosetta mendeteksi perpindahan sekitar 140 meter pada bongkahan batu tersebut saat mendekati perihelion komet. Tim yang dipimpin oleh Shi Xian dari Observatorium Astronomi Shanghai menganalisis data dan gambar beresolusi tinggi, menyimpulkan bahwa sublimasi es yang tidak merata menghasilkan daya dorong yang menyebabkan bongkahan batu tersebut bergerak melintasi permukaan.

.

Updated: 15 April 2025 — 8:29 pm

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *