Bagi pasien yang menderita penyakit jantung, penggunaan obat jantung merupakan bagian penting dari rutinitas kesehatan untuk memastikan kinerja jantung yang optimal. Namun, penting untuk memperhatikan risiko yang terkait dengan penggunaan obat-obatan tersebut agar dapat mencegah efek samping yang dapat memperburuk kondisi kesehatan. Dalam mengevaluasi risiko obat terhadap jantung, kandidat obat diuji secara laboratorium untuk melihat bagaimana sel jantung bereaksi terhadapnya. Sayangnya, banyak kandidat obat yang gagal melewati uji coba dengan protokol yang telah ada selama bertahun-tahun, meskipun tidak menunjukkan efek samping signifikan. Oleh karena itu, peneliti mengusulkan protokol pengujian yang lebih efektif, yang dikenal sebagai Comprehensive In Vitro Proarrhythmia Assay (CiPA).
CiPA mengkombinasikan pengujian eksperimental dengan simulasi komputer untuk menilai risiko obat terhadap jantung. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa prosedur CiPA dapat memprediksi risiko obat dengan cukup baik, termasuk model klasifikasi risiko obat yang diperkenalkan oleh Li dan rekan-rekannya pada tahun 2019. Dalam riset tersebut, biomarker yang mencerminkan respons sel jantung terhadap obat, yaitu qNet (total muatan ion di dalam sel jantung), digunakan untuk memprediksi risiko obat—baik rendah, menengah, maupun tinggi—melalui model matematika ordinal logistic regression (OLR). Temuan dari penelitian Li dkk. 2019 menjadi acuan bagi berbagai penelitian lain yang juga berusaha memprediksi risiko jantung menggunakan prosedur CiPA.
Meskipun hasil dari penelitian Li dkk. 2019 sangat menggembirakan, masih terdapat peluang untuk meningkatkan akurasi klasifikasi risiko obat. Hal ini disebabkan oleh penggunaan hanya satu biomarker untuk menentukan risiko, sementara masih ada banyak biomarker lain yang dihasilkan dari simulasi komputer yang belu dimanfaatkan. Namun, penggunaan banyak biomarker sering membuat model matematika menjadi kompleks dan kurang mudah dipahami. Oleh karena itu, penelitian ini mengusulkan model matematika yang mampu mengintegrasikan beberapa biomarker dalam prediksi risiko obat, tetap intuitif dan mudah diterapkan dalam praktik klinis.
Kami memanfaatkan OLR dengan beberapa biomarker sebagai input untuk memprediksi risiko obat. Tambahan pula, kami mengembangkan skor risiko obat (torsade metric score atau TMS) yang tetap intuitif dan dapat menggambarkan informasi dari berbagai biomarker secara bersamaan. Sebanyak 11 biomarker dikombinasikan dalam berbagai konfigurasi, mulai dari satu hingga sebelas biomarker, untuk memperoleh model yang paling akurat. Kami juga melakukan analisis sensitivitas pada kanal ion untuk memahami bagaimana perubahan dalam kanal ion memengaruhi TMS.
Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa OLR dengan input multi-biomarker menghasilkan klasifikasi risiko yang lebih baik dibandingkan model OLR yang hanya menggunakan qNet. Selain itu, beberapa biomarker yang kurang efektif secara individual dapat meningkatkan akurasi klasifikasi ketika digabungkan dengan biomarker lain. Kami juga menemukan bahwa perubahan pada kanal ion sel jantung berdampak pada TMS dalam model OLR, memberikan gambaran yang intuitif mengenai pengaruh obat terhadap kanal ion, yang berhubungan langsung dengan TMS dan risiko proaritmia obat tersebut. Dengan demikian, penelitian ini membuktikan bahwa akurasi dalam memprediksi risiko obat dapat ditingkatkan tanpa mengorbankan kemudahan dalam interpretasi.
Ke depannya, hasil dari penelitian ini dapat menjadi dasar untuk menyempurnakan prosedur CiPA dalam memprediksi risiko obat jantung. Dengan TMS yang bersifat umum, penerapan algoritma OLR dengan input multi-biomarker menjadi lebih mudah karena prinsip dasarnya mirip dengan sistem yang dikembangkan oleh Li dkk. 2019, yang telah berhasil diterapkan oleh Han dkk. 2020. Diharapkan, dengan peningkatan performa dan kemudahan interpretasi, model yang kami usulkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam penilaian risiko obat jantung bagi pasien.
Nama : Ali Ikhsanul Qauli, S.Si., M.Eng.
Judul jurnal : Elevating performance and interpretability of in silico classifiers for drug proarrhythmia risk evaluations using multi-biomarker approach with ranking algorithm.
.