“Ini ‘Kartu As’ China Melawan Trump, Bisa Menyebabkan Amerika Mengalami Kerugian”

Jakarta, CNBC Indonesia – Saat ini, China memiliki ‘senjata’ dalam menghadapi perang dagang yang dicanangkan oleh Trump. ‘Senjata’ tersebut adalah logam tanah jarang, yang kini dikuasai Beijing dengan dominasi dalam rantai pasokan mineral tersebut.

Menurut laporan dari CNN International pada Rabu (16/4/2025), logam tanah jarang merupakan mineral yang dipakai untuk mengoperasikan berbagai perangkat, mulai dari iPhone hingga kendaraan listrik. Mineral ini adalah komponen krusial dalam teknologi canggih yang berpotensi mempengaruhi masa depan.

banner 336x280

Tanah jarang terdiri dari 17 unsur yang lebih banyak dibandingkan dengan emas dan dapat ditemukan di banyak negara, termasuk Amerika Serikat. Namun, proses ekstraksi dan pemrosesannya sangat sulit, mahal, serta berdampak buruk bagi lingkungan.

Selama beberapa dekade, AS bersama negara-negara lain sangat bergantung pada pasokan logam ini dari China. Data dari Badan Energi Internasional (IEA) menunjukkan bahwa China menyuplai 61% dari total produksi tanah jarang dunia, dan mengendalikan 92% proses pemrosesannya.

“China menunjukkan bahwa mereka bisa memanfaatkan kekuatan ekonominya dengan strategi yang cermat dan menyerang industri Amerika di titik terlemah,” ungkap Justin Wolfers, profesor ekonomi dan kebijakan publik di Universitas Michigan.

Pada 4 April, setelah bertahun-tahun memberikan peringatan, pemerintah China menerapkan pembatasan ekspor terhadap tujuh jenis mineral tanah jarang, sebagai respons terhadap tarif “balasan” Trump yang menyentuh 34% untuk barang-barang asal China.

Regulasi baru ini mengharuskan semua perusahaan untuk mendapatkan izin pemerintah sebelum mengekspor tujuh mineral tersebut serta produk terkait, seperti magnet.

Magnet yang terbuat dari tanah jarang membuat motor dan generator lebih kecil dan efisien, yang digunakan dalam perangkat seperti ponsel, mesin mobil dan pesawat terbang, serta mesin pemindai MRI. Mereka juga merupakan komponen penting dalam berbagai senjata mahal, seperti jet tempur siluman F-35 dan kapal selam bertenaga nuklir.

Selasa lalu, Trump memerintahkan penyelidikan mengenai kemungkinan tarif pada mineral penting, yang mencakup unsur tanah jarang, untuk menilai dampak dari impor ini terhadap keamanan dan ketahanan nasional AS.

“Ketergantungan AS pada impor dan kerentanan rantai pasokan kami meningkatkan risiko terhadap keamanan nasional, kesiapan pertahanan, stabilitas harga, serta kemakmuran dan ketahanan ekonomi,” jelas Trump dalam perintah eksekutifnya.

Sejak awal pemerintahan Trump, AS berusaha untuk mengejar ketertinggalan dan membangun rantai pasokan tanah jarang domestiknya sendiri. Tiga perusahaan yang bergerak dalam industri tanah jarang di AS mengungkapkan bahwa mereka sedang memperluas kapasitas produksi dan menjalin kolaborasi untuk mendapatkan bahan baku dari sekutu serta mitra AS.

Meski demikian, upaya tersebut membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dapat memenuhi permintaan yang sangat besar dari berbagai industri utama di AS.

Sejarah Panjang Logam Tanah Jarang China

Menurut laporan media pemerintah, China memulai ekstraksi tanah jarang sejak tahun 1950-an, tetapi industri ini baru benar-benar berkembang pada akhir tahun 1970-an.

Selama periode tersebut, China mengombinasikan biaya tenaga kerja yang rendah dan standar lingkungan yang lebih longgar dengan teknologi asing, menurut Stan Trout, pendiri konsultan tanah jarang dan material magnetik Spontaneous Materials.

“Sebagian besar teknologi yang mereka gunakan berasal dari AS, Jepang, atau Eropa,” tambahnya. “Saya percaya mereka telah mampu melakukan pengembangan seiring berjalannya waktu.”

Dengan meningkatnya produksi tanah jarang di China, Beijing secara bertahap menyadari pentingnya mineral ini secara strategis. “Ada kesadaran bahwa teknologi ini sangat penting untuk mereka kuasai,” ucap Trout.

Pada tahun 1992, ketika mengunjungi salah satu pusat produksi tanah jarang di Mongolia Dalam, Deng Xiaoping, mantan pemimpin China yang mempelopori reformasi ekonomi, pernah menyatakan: “Meskipun ada minyak di Timur Tengah, China memiliki tanah jarang.”

Sekarang, China telah memenuhi ambisi tersebut dengan mendominasi seluruh rantai pasokan logam tanah jarang.

Meskipun biaya tenaga kerja kini lebih tinggi, China terus memperkuat kendalinya atas industri ini berkat investasinya dalam teknologi, riset dan pengembangan, serta otomatisasi di sektor yang sangat padat modal, menurut John Ormerod, pendiri konsultan magnet tanah jarang JOC.

Dahulu ada perusahaan-perusahaan AS yang memproduksi magnet tanah jarang, namun mereka secara bertahap meninggalkan industri ini karena munculnya alternatif yang lebih murah dari China.

“Kita telah kehilangan pengetahuan dan kemampuan sumber daya manusia, dan ini adalah operasi yang sangat padat modal,”jelas Ormerod.

Sekarang, sulit untuk bersaing dengan “harga China,” mengingat skala ekonomi yang lebih besar serta berbagai insentif pemerintah yang memberi mereka keunggulan lebih, tambahnya.

Antara tahun 2020 dan 2023, AS mengandalkan China untuk 70% dari semua impor senyawa dan logam tanah jarang, menurut laporan Survei Geologi AS tahun ini.

(tfa)

.

Updated: 16 April 2025 — 4:55 pm

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *