Fibrosis Paru telah menjadi tantangan bagi para penyintas COVID-19. Meskipun lima tahun telah berlalu, dampak dari infeksi virus ini masih terasa, tidak hanya dalam hal kesehatan mental, tetapi juga dalam bentuk gejala fisik yang berkepanjangan. Salah satu masalah utama yang muncul adalah fibrosis paru pasca-COVID, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan paru yang mungkin semakin parah dan memerlukan tindakan transplantasi.
Dr. Scott Scheinin, direktur transplantasi paru di Mount Sinai Health System, New York, menyatakan bahwa infeksi awal dapat menyebabkan peradangan yang luas di berbagai bagian tubuh. “Setelah infeksi sembuh, banyak pasien yang mengalami kerusakan pada jaringan paru,” ujarnya.
Scheinin adalah salah satu dokter yang sangat sibuk di awal pandemi. “Pengalaman awal COVID-19 di New York adalah yang terburuk dalam hidup saya, sungguh mengerikan,” kenangnya.
Kisah Seorang Pasien
Salah satu pasiennya adalah Pastor Benjamin Thomas, seorang pria berusia pertengahan 50-an yang terinfeksi COVID-19 pada Maret 2020. Ia dirawat di rumah sakit selama hampir 100 hari, dengan 54 hari di antaranya menggunakan ventilator, dan enam minggu dalam keadaan koma. Ia keluar dari rumah sakit pada Juli 2020 dengan bantuan tabung oksigen.
Pada tahun 2022, Thomas merasakan penurunan signifikan dalam kemampuannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan membutuhkan oksigen untuk melakukan tugas-tugas sederhana. “Saya tidak bisa mandi lebih dari 30 detik tanpa bantuan oksigen,” ungkapnya.
Scheinin menjelaskan bahwa sebelum terinfeksi COVID-19, Thomas tidak memiliki masalah kesehatan. Namun, biopsi paru menunjukkan bahwa ia mengalami fibrosis paru akibat peradangan yang diakibatkan oleh infeksi. Karena kondisi paru-parunya semakin memburuk, ia harus menjalani transplantasi dua paru. Setelah menunggu selama tujuh bulan, operasi dilaksanakan pada 28 Februari 2023.
Apa Itu Fibrosis Paru?
Paru-paru yang sehat berfungsi untuk menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida. Namun, peradangan akibat respons tubuh terhadap virus corona baru telah menyebabkan banyak orang mengalami luka di paru-paru.
Pada beberapa kasus, fungsi paru-paru tidak dapat kembali normal seperti sebelumnya setelah terinfeksi, kata Scheinin. “Pertukaran gas terhambat karena ada area terluka di jaringan paru, yang menyebabkan organ ini tidak berfungsi secara optimal,” jelasnya.
Ia melanjutkan, “Area yang terluka mungkin tampak kecil dan tidak signifikan, tetapi semakin parah luka tersebut, semakin baik fungsi paru terganggu, sehingga pasien mengalami kesulitan bernapas.”
Kondisi ini juga dapat menyebabkan masalah di masa depan, terutama jika penderita memiliki masalah pernapasan lainnya. “Infeksi seperti flu dan penyakit lain bisa semakin parah akibat kerusakan yang ada pada paru-paru. Saya percaya bahwa kondisi ini membuat paru-paru semakin rentan terhadap cedera,” kata Scheinin.
Gejala, Diagnosis, dan Pengobatan
Gejala fibrosis paru pasca-COVID bisa mirip dengan gejala penyakit paru lainnya. Jika seseorang pernah terinfeksi COVID-19 dan masih mengalami kesulitan bernapas, batuk kronis, atau perubahan kemampuan berolahraga, mereka disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter atau spesialis paru.
Pemeriksaan untuk kondisi ini umumnya bersifat non-invasif, biasanya mencakup rontgen atau CT scan untuk mengevaluasi struktur paru, serta tes darah dan fungsi paru. Tidak semua penyintas COVID-19 mengalami fibrosis paru, dan tingkat keparahan serta pemulihan dapat bervariasi antar individu.
Dalam beberapa kasus, individu mungkin lebih berisiko mengalami fibrosis paru karena memiliki masalah kesehatan sebelumnya, dan infeksi COVID-19 dapat mempercepat perkembangan kondisi ini. Jika merasakan gejala, penting untuk segera memeriksakan diri ke dokter, terutama jika mengalami kesulitan bernapas.
Faktor risiko untuk fibrosis paru pasca-COVID meliputi adanya penyakit kronis, usia lanjut, serta penggunaan ventilator saat terinfeksi COVID-19. Penelitian sedang dilakukan untuk mengeksplorasi penggunaan obat antifibrosis, steroid, dan obat anti-inflamasi yang sudah digunakan untuk penyakit paru lainnya. Selain pengobatan, perawatan juga mungkin mencakup rehabilitasi paru, latihan fisik, dan perubahan gaya hidup.
.