Jakarta, Beritasatu.com – Masalah sampah luar angkasa yang mengancam satelit kini semakin mengkhawatirkan, dengan sekitar 6.600 ton sampah mengorbit Bumi.
Menurut laporan dari New Atlas pada Jumat (18/4/2025), fenomena ini tidak dapat dihindari. Selama beberapa dekade terakhir, jutaan satelit telah diluncurkan ke orbit tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya.
Badan Antariksa Eropa (ESA) melaporkan bahwa lebih dari 6.600 ton sampah luar angkasa mengelilingi Bumi, terutama di orbit rendah Bumi (LEO), pada ketinggian antara 160 hingga 2.000 km. Angka ini terus meningkat, dengan estimasi NASA yang menunjukkan sekitar 6.000 ton pada tahun 2023.
Walaupun sampah luar angkasa tidak terlihat dengan jelas, dampaknya bisa sangat signifikan. Direktur Jenderal ESA, Josef Aschbacher, mengungkapkan bahwa kita sangat bergantung pada satelit untuk berbagai aspek kehidupan sehari-hari, termasuk navigasi, telekomunikasi, layanan publik, dan pengamatan Bumi.
New Atlas menjelaskan bahwa sampah luar angkasa terdiri dari berbagai jenis puing, termasuk sisa-sisa tabrakan atau ledakan satelit, serta komponen yang tidak sengaja terlepas saat peluncuran, seperti penutup lensa atau alat astronot. Serpihan sekecil 1 mm dapat merusak satelit, sementara puing berukuran 1 cm memiliki energi setara dengan granat tangan.
Saat ini, lebih dari 1,2 juta benda berukuran lebih dari 1 cm mengorbit Bumi, meningkatkan risiko tabrakan. Setiap benturan dapat menghasilkan lebih banyak sampah luar angkasa, menciptakan efek berantai yang dikenal sebagai Efek Kessler.
Jumlah sampah luar angkasa kini hampir sebanding dengan jumlah satelit aktif yang ada di orbit. Peningkatan jumlah puing berpotensi meningkatkan kemungkinan tabrakan antara satelit aktif dan sampah yang telah ada sebelumnya.
"Lonjakan peluncuran satelit mini dan proyek konstelasi besar memperburuk situasi ini, dengan menciptakan lebih banyak potensi puing yang dapat mengancam satelit penting," jelas New Atlas.
Meskipun belum ada hukum internasional yang mewajibkan pembersihan sampah luar angkasa, beberapa badan antariksa, termasuk ESA, telah merancang pedoman untuk mengurangi produksi sampah baru. Beberapa pedoman ini meliputi menghindari pelepasan komponen selama misi, menggunakan material yang tahan lama, dan merancang satelit agar tidak meledak setelah masa penggunaannya berakhir.
ESA juga sedang mempersiapkan misi pembersihan sampah luar angkasa menggunakan wahana ClearSpace-1 yang dijadwalkan diluncurkan pada tahun 2028. Wahana ini dirancang untuk "menangkap" puing-puing di orbit dengan empat lengan penjepit, yang bisa menjadi langkah awal untuk mengurangi 6.600 ton sampah luar angkasa di orbit Bumi, meskipun pembersihan menyeluruh tentu akan memerlukan waktu dan teknologi canggih.
Dengan biaya peluncuran yang semakin terjangkau dan kemajuan teknologi yang pesat, diharapkan misi pembersihan sampah luar angkasa dapat berjalan seiring dengan proyek ambisius lainnya, seperti penyediaan internet global dan pengaliran energi matahari dari luar angkasa ke Bumi. Namun, menangani masalah sampah luar angkasa yang terus mengancam satelit bukanlah hal yang mudah, dan upaya ini memerlukan kolaborasi global yang kuat.
.