KOMPAS.com – Para astronom baru saja menemukan galaksi “mati” yang paling jauh dan tertua yang berhasil terdeteksi, berkat teleskop luar angkasa James Webb (JWST). Penemuan ini menandai kemajuan signifikan dalam pemahaman kita mengenai proses ketika galaksi di alam semesta berhenti membentuk bintang, bahkan lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya.
Apa Itu Galaksi ‘Mati’?
Dalam istilah astronomi, galaksi “mati” merujuk pada galaksi yang telah berhenti membentuk bintang baru, bukan berarti galaksi tersebut sudah menghilang. Galaksi seperti ini dikenal sebagai galaksi quiescent atau quenched, yang kekurangan gas dan debu untuk pembentukan bintang-bintang baru.
Secara umum, galaksi mati cenderung terlihat merah, karena hanya memiliki bintang tua yang dingin. Hal ini berbeda dengan galaksi aktif, yang didominasi oleh bintang muda yang panas dan berwarna biru. Dalam pengamatan JWST, galaksi-galaksi ini sering kali disebut “Titik Merah Kecil”.
RUBIES-UDS-QG-z7: Penemuan Baru
Galaksi yang baru ditemukan ini disebut RUBIES-UDS-QG-z7. Cahaya dari galaksi ini telah menempuh jarak 13 miliar tahun untuk sampai ke Bumi, yang berarti kita sedang melihatnya saat alam semesta baru berusia 700 juta tahun, sangat muda dibandingkan usia alam semesta saat ini yang diperkirakan sekitar 13,8 miliar tahun.
Andrea Weibel, seorang astronom dari Universitas Geneva, menyatakan: “Kami menemukan galaksi yang telah membentuk bintang seberat 15 miliar massa matahari dan kemudian berhenti membentuk bintang sebelum alam semesta mencapai 700 juta tahun.”
Galaksi ini menjadi galaksi quiescent masif yang paling jauh saat ini, yang menantang pemodelan evolusi galaksi yang selama ini dipegang oleh para ilmuwan.
Tantangan bagi Teori Evolusi Galaksi
Weibel menyebutkan bahwa model simulasi kosmologis saat ini memprediksi hanya satu dari 100 galaksi yang ada merupakan galaksi seperti ini, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan fakta yang ditunjukkan oleh penemuan ini.
“Ini menunjukkan bahwa proses fisik yang mengatur pembentukan dan penghentian bintang di galaksi awal mungkin perlu ditinjau kembali.”
Biasanya, galaksi masif yang telah mati ditemukan di sekitar galaksi Bima Sakti yang lebih tua. Namun, penemuan RUBIES-UDS-QG-z7 di era alam semesta yang relatif muda sangat mengejutkan.
Lahir Dengan Cepat, Mati Muda
Weibel menjelaskan bahwa galaksi ini mungkin mengalami pembentukan bintang yang sangat cepat dan efisien dalam waktu singkat, terjadi ketika banyak gas dan debu kosmis terkonsentrasi di area kecil, memungkinkan pembentukan bintang dalam jumlah besar dengan cepat.
Yang menarik, RUBIES-UDS-QG-z7 sudah berhenti membentuk bintang 50–100 juta tahun sebelum pengamatan dilakukan, sementara galaksi lain di era yang sama masih aktif berkembang.
“Keunikan galaksi ini adalah penghentian pembentukan bintangnya yang sangat cepat,” ujarnya.
Tanda-tanda Lubang Hitam Tidak Terlihat
Salah satu hal yang membedakan galaksi ini dari Titik Merah Kecil lainnya adalah tidak adanya indikasi lubang hitam supermasif yang aktif. Galaksi lainnya mungkin bersinar karena aktivitas lubang hitam di pusatnya, tetapi RUBIES-UDS-QG-z7 memancarkan cahaya dari bintang-bintangnya saja.
Ketersediaan Galaksi Ini
Tim peneliti memperkirakan galaksi seperti RUBIES-UDS-QG-z7 mungkin hanya ada satu dari sejuta galaksi, meskipun angka ini masih tentatif karena observasi saat ini mencakup area langit yang terbatas. Penelitian lebih lanjut dengan JWST di masa mendatang diperlukan untuk memastikan kelangkaannya.
Penelitian akan dilanjutkan menggunakan JWST dengan spektroskopi resolusi tinggi untuk menyelami lebih dalam unsur kimia dalam galaksi tersebut. Selain itu, teleskop ALMA di Chili akan digunakan untuk mengamati gas dan debu galaksi ini dengan panjang gelombang lebih panjang, guna merekonstruksi sejarah pembentukan bintang di galaksi purba ini.
“Data dari ALMA dapat memberikan wawasan langsung tentang kandungan gas dan debu, yang sangat penting untuk memahami sejarah dan masa depan pembentukan bintang di galaksi ini,” kata Weibel.
Penemuan ini telah dipublikasikan pada 1 April 2025 di jurnal The Astrophysical Journal.
Simak berita terbaru dan pilihan kami di ponselmu. Akses berita Kompas.com melalui saluran WhatsApp.
.