Fenomena Misterius di Pusat Bima Sakti Menjadi Bukti Baru untuk Materi Gelap

Fenomena misterius di pusat Bima Sakti dapat menjadi indikasi adanya kandidat baru untuk materi gelap.

Sebuah fenomena aneh yang terjadi di pusat Bima Sakti mungkin menjadi bukti penting tentang keberadaan kandidat baru untuk materi gelap. Jika hipotesis ini benar, para ilmuwan mungkin telah mengabaikan pengaruh halus materi gelap terhadap kimia di alam semesta.

Kandidat materi gelap yang diusulkan ini memiliki massa yang lebih ringan dibandingkan kandidat sebelumnya dan juga memiliki kemampuan untuk saling memusnahkan. Ini berarti bahwa jika dua partikel materi gelap bertabrakan, mereka akan saling menghancurkan dan menghasilkan elektron bermuatan negatif bersama positron, partikel bermuatan positif.

Proses ini, serta hasil dari interaksi antara elektron dan positron, dapat menyediakan energi yang diperlukan untuk mengionisasi atom netral di gas di pusat Bima Sakti, yang bisa menjelaskan tingginya jumlah gas terionisasi di Zona Molekuler Pusat (CMZ).

Baca juga: Lubang Hitam Raksasa Tersembunyi di Galaksi Tetangga Bimasakti.

Meskipun peristiwa pemusnahan materi gelap ini jarang terjadi, fenomena tersebut bisa lebih sering terlihat di pusat galaksi, di mana materi gelap cenderung berakumulasi.

Dr. Shyam Balaji dari King’s College London menyatakan, “Kami mengusulkan bahwa materi gelap dengan massa di bawah proton mungkin adalah penyebab efek aneh yang diamati di pusat Bima Sakti. Berbeda dengan kandidat materi gelap lainnya, bentuk materi gelap ini mungkin dapat terdeteksi lewat kemampuan mengionisasi gas di CMZ.”

Dampak Materi Gelap terhadap Kimia Kosmik

Materi gelap dianggap sebagai komponen yang menyusun sekitar 85% dari total materi di alam semesta. Meskipun jumlahnya berlimpah, para ilmuwan belum mampu “melihat” materi gelap secara langsung. Ini dikarenakan materi gelap tidak berinteraksi dengan cahaya atau interaksinya sangat lemah.

Baca juga: Semburan Energi Misterius dari Luar Bima Sakti Bikin Astronom Kebingungan.

Satu-satunya alasan ilmuwan yakin tentang keberadaan materi gelap adalah karena pengaruh gravitasinya yang dapat mempengaruhi cahaya serta materi biasa. Ini mendorong para peneliti untuk mencari partikel baru di luar Model Standar Fisika Partikel yang bisa menjelaskan fenomena ini.

Berbagai kandidat materi gelap telah diusulkan, masing-masing memiliki karakteristik dan massa yang berbeda. Beberapa, termasuk kandidat baru ini, diperkirakan memiliki kemampuan untuk saling memusnahkan.

Kandidat utama yang dikenal saat ini adalah axion dan partikel semacam axion, yang memiliki beragam massa. Balaji dan timnya mengeliminasi axion sebagai penyebab utama ionisasi gas di CMZ.

Baca juga: Sistem Planet Tercepat? Bintang dan Exoplanet Mungkin Melaju Keluar dari Bima Sakti.

“Sebagian besar model axion tidak memprediksi pemusnahan yang menghasilkan pasangan elektron-positron seperti kandidat materi gelap yang kamiusulkan,” jelas Balaji. “Materi gelap ini memiliki massa di bawah 1 GeV dan dapat saling memusnahkan untuk menghasilkan pasangan elektron dan positron.”

Efek unik ini memungkinkan materi gelap untuk langsung mempengaruhi medium antarbintang, menciptakan tanda ionisasi tambahan yang biasanya tidak terlihat pada model axion lainnya.

Materi Gelap: Musuh untuk Diri Sendiri?

Di CMZ yang sangat padat, positron yang dihasilkan tidak memiliki banyak waktu untuk bergerak jauh sebelum berinteraksi dengan molekul hidrogen terdekat, yang mengakibatkan pelepasan elektron. Proses ini membuat ionisasi di pusat galaksi menjadi lebih efisien.

Baca juga: Teleskop Hubble Ungkap Keindahan Bintang di Nebula Tarantula.

“Tantangan utama yang harus dijelaskan oleh model ini adalah tingginya tingkat ionisasi di CMZ,” terang Balaji. “Umumnya, gas diionisasi oleh sinar kosmik, tetapi dalam kasus ini, sinar kosmik tidak cukup kuat untuk menjelaskan ionisasi yang diamati.”

Sinar kosmik adalah partikel bermuatan yang bergerak sangat cepat, dekat dengan kecepatan cahaya. Namun, menurut tim Balaji, sinyal ionisasi di CMZ tampaknya berasal dari sumber yang lebih lambat dan lebih ringan dibandingkan kandidat materi gelap lainnya.

Jika sinar kosmik bertanggung jawab untuk ionisasi di CMZ, seharusnya ada emisi sinar gamma yang menyertai. Namun, observasi di CMZ tidak menemukan tanda-tanda emisi sinar gamma tersebut.

“Jika materi gelap menjadi penyebab ionisasi di CMZ, maka kita dapat mendeteksinya bukan dengan melihatnya, tetapi dengan mempelajari dampaknya terhadap komposisi gas di galaksi kita,” ungkap Balaji.

Ada pula cahaya gamma samar yang tampaknya berasal dari Pusat Galaksi, yang mungkin berhubungan dengan positron dan proses ionisasi tersebut.

“Apabila kita dapat menemukan hubungan langsung antara ionisasi dan emisi sinar gamma, ini dapat menguatkan bukti untuk keberadaan materi gelap,” imbuh Balaji. “Saat ini, kami melihat beberapa hubungan, tetapi masih memerlukan lebih banyak data untuk menarik kesimpulan yang kuat.”

Model pemusnahan materi gelap ini juga dapat menjelaskan emisi cahaya khas dari CMZ yang berasal dari pembentukan positronium dari positron dan elektron yang kemudian terurai menjadi sinar-X.

“Data yang diperoleh lebih baik dari yang kami harapkan. Secara umum, teori materi gelap sering kali berhadapan dengan masalah karena memprediksi sinyal yang seharusnya sudah terdeteksi. Namun, dalam kasus ini, ionisasi yang dihasilkan oleh materi gelap di bawah 1 GeV sesuai dengan batasan yang diketahui, tanpa bertentangan dengan observasi sinar gamma dan radiasi latar gelombang mikro kosmik.”

Balaji juga menambahkan bahwa adanya hubungan dengan emisi sinar-X sangat menarik. “Ini adalah situasi yang langka dan mengagumkan dalam penelitian mengenai materi gelap,” kata Balaji.

Kandidat Materi Gelap Baru: Awal dari Perjalanan Panjang

Kandidat materi gelap yang baru diusulkan ini masih dalam tahap awal pengembangan teoritis dan belum memiliki nama yang mencolok seperti WIMP atau MACHO.

Sebagai perbandingan, axion pertama kali diusulkan oleh fisikawan Frank Wilczek dan Steven Weinberg pada tahun 1978, yang menunjukkan banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan sebelum kandidat baru ini mendapatkan pengakuan sebagai kandidat utama materi gelap.

“Kami memerlukan pengukuran lebih akurat tentang ionisasi di CMZ. Dengan pemetaan yang lebih tepat, kita bisa melihat apakah distribusinya sesuai dengan prediksi model materi gelap,” ujar Balaji.

Penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara materi gelap yang saling memusnahkan dan emisi aneh dari CMZ mungkin akan dilakukan menggunakan teleskop luar angkasa COSI (Compton Spectrometer and Imager) milik NASA yang direncanakan akan diluncurkan pada tahun 2027.

Kosi diharapkan dapat memberikan data lebih baik mengenai proses astrofisika di skala MeV, yang dapat digunakan untuk mengonfirmasi atau membantah teori ini.

“Materi gelap tetap menjadi salah satu misteri terbesar dalam fisika, dan penelitian ini menunjukkan bahwa kita mungkin telah mengabaikan dampak halusnya terhadap alam semesta,” tegas Balaji.

“Jika teori ini benar, hal ini dapat membuka cara baru untuk mempelajari materi gelap, bukan hanya melalui gravitasinya, tetapi juga bagaimana ia berkontribusi terhadap pembentukan struktur galaksi kita.”

.

Updated: 11 Maret 2025 — 3:05 am

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *