Liputan6.com, Jakarta – Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa astronaut yang berencana mendarat di Bulan akan terpapar radiasi dengan tingkat 60 microsievert setiap jam. Ini berarti radiasi di Bulan 200 kali lebih tinggi dibandingkan dengan radiasi di permukaan bumi, karena tanpa adanya lapisan atmosfer dan magnetosfer, astronaut akan terpapar langsung oleh radiasi berenergi tinggi yang dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan serius.
Di samping risiko di Bulan, paparan radiasi juga meningkat secara signifikan selama misi luar angkasa, terutama dalam misi panjang seperti perjalanan menuju Mars. Radiasi matahari, yang terdiri dari partikel bermuatan dan sinar ultraviolet, dapat merusak sel-sel tubuh astronaut. Salah satu dampak yang memprihatinkan adalah kerusakan DNA, yang dapat meningkatkan kemungkinan berkembangnya kanker.
Paparan radiasi berkepanjangan juga dapat berakibat pada perkembangan katarak, percepatan penuaan, dan penurunan sistem kekebalan tubuh, yang membuat astronaut lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu, radiasi dapat merusak jaringan pembuluh darah dan jantung, meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dalam misi jangka panjang.
Penelitian menunjukkan bahwa radiasi matahari di luar angkasa dapat mempengaruhi saraf otak astronaut dan berpotensi mengganggu kemampuan kognitif serta memori mereka. Fenomena ini dikenal sebagai “space brain,” yang dapat menyebabkan penurunan konsentrasi, proses pengambilan keputusan yang melambat, dan potensi gangguan mental di masa depan.
Badai matahari yang terjadi dengan intensitas tinggi juga dapat meningkatkan radiasi secara tiba-tiba, yang dapat menempatkan astronaut pada risiko keracunan radiasi akut yang fatal. Badai matahari dapat menghasilkan partikel bermuatan berenergi tinggi yang mampu menembus struktur pesawat luar angkasa, menyebabkan kerusakan serius pada tubuh manusia jika tidak ada perlindungan memadai.
Untuk mengurangi risiko tersebut, para ilmuwan telah mengembangkan berbagai langkah pencegahan. Pesawat luar angkasa dan stasiun luar angkasa dirancang dengan perlindungan radiasi untuk menjaga keselamatan para penghuninya. Selain itu, misi luar angkasa dirancang agar dapat menghindari periode aktivitas matahari yang tinggi. Astronaut juga dilengkapi dengan sensor radiasi pribadi untuk memantau tingkat paparan radiasi mereka secara real-time.
Langkah-langkah lain yang sedang dikembangkan termasuk menggunakan bahan pelindung inovatif, seperti hidrogen, dalam struktur pesawat luar angkasa karena kemampuannya yang baik dalam menyerap radiasi. Penelitian terbaru juga sedang mengeksplorasi penggunaan material berbasis air yang dapat dipasang di dinding pesawat luar angkasa sebagai tambahan pelindung.
Selain perlindungan teknis, persiapan biologis juga sangat penting. Para astronaut menjalani pelatihan intensif untuk mengatasi dampak radiasi, termasuk konsumsi antioksidan yang dapat membantu melindungi sel dari kerusakan akibat radiasi. Mereka dianjurkan untuk mengonsumsi diet yang kaya nutrisi dan suplemen tertentu, seperti vitamin C dan E, untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Tantangan terbesar datang dari misi ke Mars atau eksplorasi lebih jauh ke ruang angkasa, di mana perlindungan dari medan magnet bumi tak lagi tersedia. Oleh karena itu, para peneliti terus berupaya mengembangkan teknologi pelindung radiasi yang lebih efektif serta strategi misi yang memperhitungkan faktor radiasi demi menjaga keselamatan dan kesehatan astronaut.
(Tifani).